Dulu pertama tinggal di sini, saya pikir itu kuburan Belanda. Tapi kalau kuburan raja, kok nggak terawat begini ya, tutur Yulika
@REZA MUSTAFA/AP| Makam Saidil Mukamil, Sultan Kerajaan Aceh ke 10
SUASANA di komplek makam itu lengang, Sabtu 2 Maret 2013. Terletak di Jalan Tgk. Chik Pante Kulu, Lr. Melati Kelurahan Merduati, Kec. Baiturrahman, Banda Aceh. Komplek makam ini berada di belakang bangunan pertokoan. Dari Jalan Prof. A. Majid Ibrahim, ia terletak persis di belakang gedung Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, Banda Aceh.
Sebidang tanah yang dipagari kawat setinggi pinggang orang dewasa terlihat sama sekali tak terurus. Pagar yang selain menjadi batas tanah tersebut berfungsi juga sebagai tempat jemuran warga. Di tengah-tengah sebidang tanah ukuran tujuh muka toko itu, sepasang nisan terukir menyembul diantara semak rerumputan yang tumbuh subur.
Semak belukar menutup area tanah komplek makam. Di sudut kiri, di samping sebuah gardu PLN berdiri dua pamplet putih dengan Kop Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Wilayah Kerja Provinsi NAD dan Sumatera Utara.
Pamplet itu menerangkan secara singkat bahwa makam tersebut merupakan milik Saidil Mukamil. Tak ada keterangan silsilah atau tahun kapan ia memerintah. Selebihnya, di satu pamplet lagi hanya bertulis larangan-larangan sesuai dengan pasal 15 UU RI No. 5 tahun 1992.
Merujuk kepada catatan sejarah, Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah Saidil Mukammil merupakan sultan yang ke-10 sejak berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam.
Seorang ibu yang menggendong anaknya keluar dari sebuah ruko tempat tinggalnya. Seraya mengambil jemuran di pagar komplek makam ia menerangkan sekilas mengenai makam tersebut kepada AP
Dengar-dengar ini makamnya Kakek Sultan Iskandar Muda. Tapi saya tidak terlalu mengerti. Saya baru empat tahun tinggal di sini, katanya.
Dulu kata suami saya, komplek makam ini bagus. Ada bangunan beratap yang menaungi makam itu. Tapi setelah tsunami ya seperti itu. Seminggu sekali ada orang datang memotong rumput di situ, lanjut ibu dua anak ini tanpa mau menyebutkan namanya.
Memasuki area makam, jenis rumputan berduri seperti tumbuhan putri malu menjalar di sana-sini. Sampai ke tengah, tempat sepasang nisan terlihat dari luar pagar, gundukan tanah yang telah dibeton dan lapisan granit di atasnya telah tertutupi rumput semua. Tak jauh dari nisan yang masih tegak itu, teronggok dua nisan lainnya juga. Kondisinya berlumut dan juga ditutupi rumput.
Dulu pertama tinggal di sini, saya pikir itu kuburan Belanda. Tapi kalau kuburan raja, kok nggak terawat begini ya, tutur Yulika, 31 tahun, seorang pekerja di Pasar Aceh yang mengaku sudah dua tahun tinggal di sebuah kost dekat makam itu kepada AP singkat. [](bna)
@REZA MUSTAFA/AP| Makam Saidil Mukamil, Sultan Kerajaan Aceh ke 10
SUASANA di komplek makam itu lengang, Sabtu 2 Maret 2013. Terletak di Jalan Tgk. Chik Pante Kulu, Lr. Melati Kelurahan Merduati, Kec. Baiturrahman, Banda Aceh. Komplek makam ini berada di belakang bangunan pertokoan. Dari Jalan Prof. A. Majid Ibrahim, ia terletak persis di belakang gedung Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, Banda Aceh.
Sebidang tanah yang dipagari kawat setinggi pinggang orang dewasa terlihat sama sekali tak terurus. Pagar yang selain menjadi batas tanah tersebut berfungsi juga sebagai tempat jemuran warga. Di tengah-tengah sebidang tanah ukuran tujuh muka toko itu, sepasang nisan terukir menyembul diantara semak rerumputan yang tumbuh subur.
Semak belukar menutup area tanah komplek makam. Di sudut kiri, di samping sebuah gardu PLN berdiri dua pamplet putih dengan Kop Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Wilayah Kerja Provinsi NAD dan Sumatera Utara.
Pamplet itu menerangkan secara singkat bahwa makam tersebut merupakan milik Saidil Mukamil. Tak ada keterangan silsilah atau tahun kapan ia memerintah. Selebihnya, di satu pamplet lagi hanya bertulis larangan-larangan sesuai dengan pasal 15 UU RI No. 5 tahun 1992.
Merujuk kepada catatan sejarah, Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah Saidil Mukammil merupakan sultan yang ke-10 sejak berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam.
Seorang ibu yang menggendong anaknya keluar dari sebuah ruko tempat tinggalnya. Seraya mengambil jemuran di pagar komplek makam ia menerangkan sekilas mengenai makam tersebut kepada AP
Dengar-dengar ini makamnya Kakek Sultan Iskandar Muda. Tapi saya tidak terlalu mengerti. Saya baru empat tahun tinggal di sini, katanya.
Dulu kata suami saya, komplek makam ini bagus. Ada bangunan beratap yang menaungi makam itu. Tapi setelah tsunami ya seperti itu. Seminggu sekali ada orang datang memotong rumput di situ, lanjut ibu dua anak ini tanpa mau menyebutkan namanya.
Memasuki area makam, jenis rumputan berduri seperti tumbuhan putri malu menjalar di sana-sini. Sampai ke tengah, tempat sepasang nisan terlihat dari luar pagar, gundukan tanah yang telah dibeton dan lapisan granit di atasnya telah tertutupi rumput semua. Tak jauh dari nisan yang masih tegak itu, teronggok dua nisan lainnya juga. Kondisinya berlumut dan juga ditutupi rumput.
Dulu pertama tinggal di sini, saya pikir itu kuburan Belanda. Tapi kalau kuburan raja, kok nggak terawat begini ya, tutur Yulika, 31 tahun, seorang pekerja di Pasar Aceh yang mengaku sudah dua tahun tinggal di sebuah kost dekat makam itu kepada AP singkat. [](bna)