Jumat, 13 September 2013

Mengapa Kita Lupa Bersyukur?



Mengapa Kita Lupa Bersyukur? [ www.BlogApaAja.com ]

B

ersyukur, satu kata yang seringkali denganmudah dilupakan oleh sebagian besar orang. Namun, biasanya kita baru terpikirkata syukur ketika mendapatkan satu ujian berat yang "memaksa" untuk mengucapkalimat syukur.

Berikut ini sebuah kisah inspirasi yangmengingatkan kita agar senantiasa bersyukur terhadap apa yang telah diberikanTuhan terhadap diri kita.

**

Aku seorang wanita berumur 26 tahun yang kinitengah bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Setiap harinya akuberangkat kerja pukul 5 dengan menggunakan angkot oper dua kali. Awalnya akumenerima kenyataan untuk naik angkot yang memang rutin kujalani sejak aku masihsekolah di bangku SMP. Namun, lama kelamaan aku mengeluh, mengingat angkot kinitak senyaman dulu. Selain itu, aku seringkali kena macet dan telat. Belum lagikalau sesekali aku kecopetan yang duuuh, sungguh bikin hati dan pikiran sebalsetengah mati. Terlebih dengan isu pemerkosaan di angkot yang astaga,benar-benar membuatku tak tahan untuk menggunakan angkot dalam keseharian lagi.

Niat itu kuutarakan pada ibuku agar akudiberikan ijin untuk membeli motor, meski hanya sebatas kredit dan kuangsurtiap bulannya dengan uang gaji. Bukannya mendukung, ibu justru keukeuhmenyuruhku agar tetap menggunakan angkot tiap kali pergi ke kantor dankemanapun aku pergi. Kesal, jelas saja. Aku yang sudah tidak tahan denganmacetnya Jakarta dengan segala resiko yang ada, kontan saja langsung marah danmembentak ibu. Setelah membentak, aku pergi ke luar rumah untuk mengambilsebagian tabunganku dan langsung menuju showroom yang juga menjual motor dengankredit.

Kuserahkan uang DP motor dan aku langsungmelenggang seraya tersenyum mantap dengan apa yang baru saja kulakukan. Meskisebelumnya aku merasa bersalah setelah membentak ibuku, namun lama kelamaanrasa bersalah tersebut akhirnya hilang setelah aku pulang dengan membawa motorbaru berwarna merah.

**

Ini hari pertamaku memakai motor ke kantor.Hatiku senang bukan main karena dapat sampai kantor lebih cepat tanpa macetyang keterlaluan. Tadi sebelum aku berangkat, ibuku sempat berpesan agar akuberhati-hati dengan motor baru tersebut mengingat aku masih mempunyai hutang.Nasehatnya kuiyakan saja, aku terlanjur senang dan ingin segera memamerkanmotor baru pada teman-temanku.

Perasaan senang tersebut terus bergulir hinggawaktu pulang tiba. Saat aku ingin memamerkan motor baru itu pada temanku,ternyata motorku tak ada di tempat. Kucari ke segala penjuru tempat parkir, taksatupun ada motor baru berwarna merah. Ya, motorku raib!

Setelah ditenangkan dengan teman-teman yangada di sekitarku, aku akhirnya pulang dengan diantar salah satu temanku.Melihatku pulang tanpa motor, ibuku hanya terdiam. Beliau tidak berkata sepatahkata pun sampai aku menceritakan sendiri bagaimana kejadian yang baru sajakualami di hari pertama aku menggunakan motor baruku.

Bukannya sedih, ibu justru tersenyum mendengarpenuturanku. Saat itu, ibu hanya berbicara sedikit.

"Nak, seringkali orang memaksakankehendak dan keadaan untuk mendapatkan apa saja yang ada di pikirannya. Merekatidak pernah berpikir bahwa apa yang didapatnya kini adalah hal terbaik yangtelah digariskan Tuhan pada hamba-Nya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya halitulah yang terbaik bagi hamba-Nya. Hingga hamba tersebut sadar akan kesalahandan apa yang telah diperbuat, barulah mereka mengucap syukur. Tidak malukahkamu dengan napas yang telah diberikan oleh-Nya sampai kamu menuntut apa-apayang sebenarnya sudah baik bagimu?"

Jelas saja aku terdiam seketika. Aku tahumaksud ibuku. Beliau mengingatkanku tentang arti kenyataan, kesederhanaan, danbersyukur. Kenyataan yang memang mengharuskanku untuk lebih baik mengenakanangkot yang juga berarti dari kesederhanaan, dan bersyukur. Aku lupa, akubenar-benar lupa bahwa selama ini aku kurang bersyukur dengan apa yang telahkudapatkan.

Lihatlah, mengapa aku tidak bersyukur ketikaorang lain menggunakan motor dan merasakan lelah dengan macet, sementara aku diangkot meski lelah tapi aku bisa tidur. Ketika banyak orang kehujanan dankepanasan, aku bisa merasakan teduh di angkot. Ini perbandingan yang logis,bukan? Lalu, mengapa aku belum bersyukur? Astaghfirullah, Alhamdulillah...

**

Kadang, keadaan dan apa yang telah kitaperbuat adalah sebuah tingkah paksaan yang secara tidak langsung menunjukkanbahwa kita tidak bersyukur dengan apa yang telah kita dapat. Lantas, bergantidengan ucapan syukur ketika mengetahui bahwa apa yang dilakukan adalah hal yangsalah. Bersyukur, satu kata yang seringkali dilupakan. Padahal, napas yangdiberikan oleh-Nya sangat cuma-cuma.


Follow On Twitter