Pada 29 Mei nanti, semburan lumpur Lapindo memasuki usia enam tahun. Ironinya, menjelang enam tahun semburan lumpur aktivitas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo lumpuh total.
Sudah lima minggu terakhir BPLS tidak bisa melakukan penguatan tanggul ataupun pengaliran lumpur ke Kali Porong. Padahal, semburan lumpur panas masih terus keluar dari dalam perut bumi.
Kolam penampungan lumpur seluas 680 hektare makin penuh oleh aliran lumpur yang keluar dari pusat semburan. Volume endapan lumpur di kolam penampungan yang mencapai 140 juta meter kubik terus mengancam tanggul penahan lumpur. Jika tak kuat, tanggul jebol.
BPLS tidak bisa membuang lumpur ke Kali Porong. Kapal keruk milik BPLS mangkrak di kolam penampungan lumpur. Titik-titik tanggul yang rawan dibiarkan tanpa ada penanganan.
Aktivitas BPLS lumpuh karena hingga saat ini, Sabtu (26/5), warga masih menduduki tanggul di titik 25. Bukan hanya melarang pekerja BPLS beraktivitas, warga juga menyegel dan merusak posko lembaga itu.
Aksi warga muncul gara-gara ganti rugi tanah mereka tidak segera dilunasi oleh PT Minarak Lapindo Jaya. Jangankan dilunasi, pembayaran ganti rugi dengan sistem dicicil juga macet. Bahkan ada yang macet lebih setahun.
BPLS, seperti dikatakan juru bicara BPLS Akhmad Kusairi, waswas dengan kondisi kolam penampungan dan tanggul. Bila tidak ada penanganan, tanggul akan jebol dan berdampak lebih luas pada warga.
Warga sendiri bersikeras tidak mau meninggalkan tanggul di titik 25. Mereka baru mau mengakhiri aksi bila ganti rugi dilunasi.
4.5