Aneka game di Playstation 3, Ipad, dan Iphone sudah mampu dimainkan dengan lihai oleh Arka Arundaya. Ya, anak usia 5,5 tahun itu memang begitu menggemari game - game di gadget tersebut, terutama game Angry Birds dan Onyx.
Kegemaran bermain game bahkan sudah dimulai sejak usianya dua tahun. Saat itu, sang bunda, Ayu Utami Asmara, 29, mencoba mendiamkan anaknya yang rewel dengan memberi permainan di ponselnya. Langkah ini ternyata efektif. Arka segera tenang dan anteng dengan game tersebut.
Sejak saat itu, Arka mulai mengeksplorasi game - game di aneka gadget. "Dia game freak banget. Dia bahkan bisa mengunduh permainan sendiri, tahu password - passwordnya, mana item yang gratis mana yang bayar," ungkap Ayu.
Saking fokus bermain, kadang siswa TK itu susah diajak ngobrol dan mengeluhkan masalah mata karena lelah. Sebagai sosok yang paling banyak berinteraksi dengan Arka, ibu rumah tangga tersebut kini mulai awas terhadap hobi anaknya itu. Ia tidak ingin hobi bermain game memberi dampak buruk yang berlarut - larut.
Guna membatasi kecanduan Arka, Ayu lalu membuat jadwal tertentu, yakni hanya memperbolehkan main game setiap Rabu, Minggu dan hari libur. Setiap Rabu, Arka memang pulang sekolah lebih cepat dan tidak ada pelajaran tambahan.
Sebelumnya, Arka main game sejak bangun pagi hingga kembali tidur di malam hari. Namun, Ayu sebisa mungkin menghentikan permainan saat makan siang dan saat harus mandi. Ia pun membatasi game - game yang harus dimainkan Arka.
Pembatasan - pembatasan bermain tersebut diam - diam dilanggar anaknya. Arka sempat bermain sembunyi - sembunyi. Namun, Ayu melakukan pendekatan dengan lembut tetapi tegas. "Saya melarang ia bermain game kekerasan, soalnya umurnya masih fase meniru. Pernah ia memainkan game tinju, malah ditiru dengan meninju teman - teman di sekolah. Tapi, ada juga game yang justru membuat Arka banyak belajar istilah bahasa Inggris dan mampu mengoperasikan komputer," tuturnya.
Ketegasan memang penting bagi para ibu dalam menyikapi anak - anak yang gemar main game. Ratna Tjahjaernani, 43, karyawan perusahaan properti di Bogor, mengaku memiliki keterbatasan waktu dalam mengawasi anaknya, Samuel Grazia Iskandar, 8. Samuel hobi main game Nintendo, Playstation Portable (PSP), dan Ipad sejak usia 4 tahun.
Sama dengan Ayu, ketika Samuel mengeluhkan lengan dan matanya terasa lelah, Ratna mengatur jadwal main game anaknya, yakni saat libur sekolah, Sabtu dan Minggu. Di hari sekolah, semua permainan dimasukkan ke dalam lemari dan dikunci. Saat Samuel main game, Ratna pun sebisa mungkin ikut mendampingi dan sesekali mengajak mengobrol, sehingga keeratan hubungan tetap terjaga.
"Saya pun mengalihkan kegiatan lainnya, seperti renang, taekwondo, dan kegiatan outbond, supaya pikirannya teralihkan dari bermain game. Semua keputusan seputar menghadapi kegemaran game ini selalu saya diskusikan dengan suami," ungkapnya.
Lain halnya dengan Devi, 28. Ia memiliki pasangan yang begitu gemar main game. Sang suami, Ali, 29, memiliki hobi main game sejak kuliah hingga ia telah bekerja dan menjadi suami. Game yang biasa dimainkan adalah game daring Dota di netbooknya. Devi memaparkan, biasanya sang suami bermain sepulang kerja di malam hari.
"Biasanya main sepulang kerja. Mungkin itu menjadi me time dia, seperti halnya perempuan dengan shopping dan ke salon. Jadi saya biarkan. Padahal kan kalau menurut kita, saat capek lebih enak tidur, istirahat," ungkap Devi yang bekerja sebagai PNS.
Keluhan Ali mengenai kondisi tubuhnya yang tak nyaman karena kurang istirahat dan begadang dibalikkan kembali oleh Devi. Ia ingin Ali menyadari konsekuensi hobinya tersebut. Mereka juga kerap beradu argumen tentang kebiasaan Ali membeli berbagai perangkat game tanpa berkompromi terlebih dahulu tanpa istri.
"Memang sih sebelum main, ia main dengan anak kami, Atilla. Hari libur pun untuk keluarga. Yang penting, ia tahu konsekuensi berlebihan main game, batasan - batasannya dan pentingnya waktu untuk keluarga," tambahnya.
Kegemaran bermain game bahkan sudah dimulai sejak usianya dua tahun. Saat itu, sang bunda, Ayu Utami Asmara, 29, mencoba mendiamkan anaknya yang rewel dengan memberi permainan di ponselnya. Langkah ini ternyata efektif. Arka segera tenang dan anteng dengan game tersebut.
Sejak saat itu, Arka mulai mengeksplorasi game - game di aneka gadget. "Dia game freak banget. Dia bahkan bisa mengunduh permainan sendiri, tahu password - passwordnya, mana item yang gratis mana yang bayar," ungkap Ayu.
Saking fokus bermain, kadang siswa TK itu susah diajak ngobrol dan mengeluhkan masalah mata karena lelah. Sebagai sosok yang paling banyak berinteraksi dengan Arka, ibu rumah tangga tersebut kini mulai awas terhadap hobi anaknya itu. Ia tidak ingin hobi bermain game memberi dampak buruk yang berlarut - larut.
Guna membatasi kecanduan Arka, Ayu lalu membuat jadwal tertentu, yakni hanya memperbolehkan main game setiap Rabu, Minggu dan hari libur. Setiap Rabu, Arka memang pulang sekolah lebih cepat dan tidak ada pelajaran tambahan.
Sebelumnya, Arka main game sejak bangun pagi hingga kembali tidur di malam hari. Namun, Ayu sebisa mungkin menghentikan permainan saat makan siang dan saat harus mandi. Ia pun membatasi game - game yang harus dimainkan Arka.
Pembatasan - pembatasan bermain tersebut diam - diam dilanggar anaknya. Arka sempat bermain sembunyi - sembunyi. Namun, Ayu melakukan pendekatan dengan lembut tetapi tegas. "Saya melarang ia bermain game kekerasan, soalnya umurnya masih fase meniru. Pernah ia memainkan game tinju, malah ditiru dengan meninju teman - teman di sekolah. Tapi, ada juga game yang justru membuat Arka banyak belajar istilah bahasa Inggris dan mampu mengoperasikan komputer," tuturnya.
Ketegasan memang penting bagi para ibu dalam menyikapi anak - anak yang gemar main game. Ratna Tjahjaernani, 43, karyawan perusahaan properti di Bogor, mengaku memiliki keterbatasan waktu dalam mengawasi anaknya, Samuel Grazia Iskandar, 8. Samuel hobi main game Nintendo, Playstation Portable (PSP), dan Ipad sejak usia 4 tahun.
Sama dengan Ayu, ketika Samuel mengeluhkan lengan dan matanya terasa lelah, Ratna mengatur jadwal main game anaknya, yakni saat libur sekolah, Sabtu dan Minggu. Di hari sekolah, semua permainan dimasukkan ke dalam lemari dan dikunci. Saat Samuel main game, Ratna pun sebisa mungkin ikut mendampingi dan sesekali mengajak mengobrol, sehingga keeratan hubungan tetap terjaga.
"Saya pun mengalihkan kegiatan lainnya, seperti renang, taekwondo, dan kegiatan outbond, supaya pikirannya teralihkan dari bermain game. Semua keputusan seputar menghadapi kegemaran game ini selalu saya diskusikan dengan suami," ungkapnya.
Lain halnya dengan Devi, 28. Ia memiliki pasangan yang begitu gemar main game. Sang suami, Ali, 29, memiliki hobi main game sejak kuliah hingga ia telah bekerja dan menjadi suami. Game yang biasa dimainkan adalah game daring Dota di netbooknya. Devi memaparkan, biasanya sang suami bermain sepulang kerja di malam hari.
"Biasanya main sepulang kerja. Mungkin itu menjadi me time dia, seperti halnya perempuan dengan shopping dan ke salon. Jadi saya biarkan. Padahal kan kalau menurut kita, saat capek lebih enak tidur, istirahat," ungkap Devi yang bekerja sebagai PNS.
Keluhan Ali mengenai kondisi tubuhnya yang tak nyaman karena kurang istirahat dan begadang dibalikkan kembali oleh Devi. Ia ingin Ali menyadari konsekuensi hobinya tersebut. Mereka juga kerap beradu argumen tentang kebiasaan Ali membeli berbagai perangkat game tanpa berkompromi terlebih dahulu tanpa istri.
"Memang sih sebelum main, ia main dengan anak kami, Atilla. Hari libur pun untuk keluarga. Yang penting, ia tahu konsekuensi berlebihan main game, batasan - batasannya dan pentingnya waktu untuk keluarga," tambahnya.